BUDAYA TEKNOLOGI DALAM NEW MEDIA

IMG_6067
Mustika Ranto Gulo, ST, M.Ikom
Teman sekali-kali bisa menjadi bintang yang membawa cahaya dalam hidup kita
By Mustika Ranto Gulo – NIM : 552 11110087 – MKOM – Kelas 712 – Sabtu Menteng Angkatan XI, Thn 2011

TEKNOLOGI DIGITAL SEBAGAI CIKAL BAKAL LAHIRNYA NEW MEDIA

Pendahuluan

New Media merupakan istilah baru pada 5 tahun terakhir yang menandai datangnya sebuah era baru yang disebut “ERA DIGITAL”. Apa itu digital? Kata ‘Digital’ itu berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata digitus yang berarti jari jemari. Artinya bahwa jumlah jari-jemari manusia adalah 10, dan angka 10 terdiri dari angka 1 dan 0 , oleh karena itu Digital merupakan penggambaran dari suatu keadaan bilangan yang terdiri dari angka 0 dan 1 atau off dan on (bilangan biner). Semua sistem komputer menggunakan sistem digital yang ditandai dengan angka o dan 1 sebagai basis datanya yang biasa disebut juga dengan istilah Bit (Binary Digit).

Teori Digital mengandung sebuah konsep ilmu pengetahuan baru yaitu sebagai dasar perkembangan Teknologi dan Sains yang menampilkan sebuah perubahan pesat dan drastis dari yang bersifat manual menjadi otomatis dan dari yang bersifat rumit menjadi ringkas (mengutamakan device shortcut).

System Digital adalah sebuah metode yang kompleks dan fleksibel sehingga sangat menolong umat manusia dalam segala bidang kehidupan. Teori Digital selalu berhubungan dengan konten yang mutahir menjadi sebuah sistem informasi . System Digital sebagai dasar atas lahirnya konten media (yang didalamnya ada sistem informasi yang tak terbatas) dan sekarang dikenal sebagai New Media.

Dengan demikian Media Baru adalah konten yang terbentuk dari kreatifitas dan interaksi manusia dengan teknologi digital.

Budaya Teknologi dapat diartikan sebagai perilaku (behaviour) dan kebiasaan (habit) hidup masyarakat dalam pemanfaatan teknologi untuk mencapai tujuan dan makna kehidupan sehari-hari. Terbentuknya komunitas baru pengguna teknologi, sebagai akar lahirnya kultur baru dalam masyarakat. Tanpa disengajapun kita hidup sangat tergantung pada teknologi saat ini. Ketergantungan satu sama lain dalam sebuah komunitas sosial masyarakat, mengharuskan kita menyesuaikan diri. Jika dalam satu komunitas tertentu telah menggunakan teknologi sebagai solusi kehiduan mereka, mau tidak mau individu yang berhubungan dengan komunitas tersebut akan mengikutinya. Sebagai contoh bahwa setiap orang sangat mudah memiliki sebuah alat komunikasi yang disebut handphone, dimana dulu sekitar tahun 1995, Handphone (HP) merupakan alat mewah yang sulit dimiliki oleh setiap orang, karena selain harga mahal dan juga karena penggunaannya yang dianggap terlalu canggih, belum layak untuk dimilki setiap orang. Tetapi sejalan dengan waktu dan tuntutan komunikasi antar personal yang didorong juga oleh gaya hidup, maka alat ini (HP) telah menjadi alat yang hampir setiap orang di kota besar (sudah mulai merambah di desa-desa) telah memilikinya.

Perilaku masyarakat menggunakan alat bantu telekomunikasi itu, menjadi ‘habit’ (kebiasaan) bahkan telah menuju tingkat kebutuhan primer, artinya ketergantungan terhadap alat komunikasi ini sangat tinggi. Handphone yang diartikan juga sebagai telepon genggam, sekarang ini sudah tidak dipandang sebagai alat yang istimewa karena alasan life style (gaya hidup). Tetapi alasan untuk memilikinya adalah untuk kepentingan bisnis, efesiensi dan efektifitas berkomunikasi.

PERGESERAN NILAI

Konvergensi yang terjadi pada media sebagai bukti adanya pergeseran nilai-nilai dalam masyarakat. Hal ini dibentuk oleh perpaduan antara loncatan pengetahuan para pembuat konten dan kemampuan pengetahuan pengguna yang disebut user. Pergeseran nilai ini didorong oleh efesiensi, politik dan ekonomi, yang dikendalikan oleh pemilik modal. Didukung oleh adanya teknologi yang memungkinkan sebuah alat yang dapat digunakan untuk multi application, ini yang disebut sebagai onestop solution bagi pengguna.

Dengan adanya aksesbilitas yang memadai untuk mengirim data dari provider kepada user, maka konten-konten media yang berisi informasi (news) dapat diakses secara online. Inilah bukti nyata yang tidak bisa dibendung oleh media cetak dan media elektronik, bahwasanya teknologi digital telah memasuki era “internet Protokol Based” (IP BASED) sehingga terjadilah konvergensi yang sangat drastis. Realita lainnya adalah, cara beriklan turut mengalami konfergensi, menjadi berubah karena masyarakat sudah berubah dalam memanfaatkan teknologi. Sekarang hampir semua orang memiliki telepon genggam (HP), telah merubah perilaku dan cara berkomunikasi dalam masyarakat awam menjadi masyarakat yang melek teknologi. Dari kebiasaan memakai telepon koin di pinggir jalan (masih ada sampai tahun 2003) sampai kepada mengirim surat via pos (digantikan oleh SMS) dan masih banyak contoh konkrit lainnya dala aplikasi transfer data dan video misalnya.

Akhirnya, masyarakat berharap bahwa teknologi adalah solusi bagi kehidupannya. Ketergantungan terhadap teknologi menjadi sangat tinggi karena penggabungan berbagai aplikasi yang bisa diinstal di dalam (alat) misalnya koputer atau Smartphone. Kalau dulu ketika pertama sekali HP itu keluar aplikasinya masih sangat sederhana dan sangat terbatas, seputar voice dan SMS (Short Message Service) saja. Tetapi nyatanya sekarang ini, teknologi HP telah mengalami modifikasi yang luar biasa cepat, itu semua karena permintaan pasar, adanya kebutuhan dan peluang yang memungkinan untuk ‘delivery data interne’t dalam kapasitas yang cukup memadai. Perkembangan ini telah membuat industry telekomunikasi menjadi ramai dan mengalami perkembangan yang sangat pesat. Sehinggga industry telekomunikasi berlomba-lomba melakukan peningkatan fasilitas dan service seperti Iphone dan Android yang diusung oleh Samsung, semuanya dia sebut sebagai SMART PHONE. Kemungkinan besar internet akses melalui handphone tidak bisa dibendung sekali pun berakibat pada bisnis lain seperti media cetak (majalah dan Koran). Karena selain jaringan internet di HP memadai untuk akses media online, juga perkembangan pembuatan konten media sangat pesat. Telah dirasakan oleh masyarakat efeknya sangat menolong manusia sebagai makhluk social. Budaya membaca koranpun bergeser dengan cepat sekali kepada kebiasaan membaca berita di dalam media online. Kita dapat merasakan langsung akibatnya terhadap oplah percetakan surat kabar dan majalah (perlu dukungan data penelitian tentang menurunnya oplah percetakan). Selain itu juga bahwa dengan adanya jaringan internet dalam HP Smart Phone maka pengguna begitu mudahnya mengakses website dan melihat / membaca berita online melalui handphone bahkan iklan-iklan lainnya yang telah disediakan oleh website yang bisa dibaca setiap saat.

DUKUNGAN INFRASTRUKTUR

Dengan tersedianya infrastruktur telekomunikasi yang semakin hari semakin berkembang, seperti komitmen dari salah satu operator “Telkomsel” saat ini bahwa seluruh desa dan kecamatan se Indonesia akan terjangkau oleh jaringan telkomsel. Telah mendorong orang desa menggunkan handphone (HP) selayaknya orang diperkotaan. Berarti orang-oang desapun akan mengakses berita online melalui fasilitas handphone mereka. Masyarakat menyambut baik teknologi ini, sekalipun masih belum ada pemerataan yang signifikan dari sisi pengetahuan dan etika serta pemahaman hukum sebagai ekses dari teknologi ini sendiri. Peran pemerintah dituntut untuk menyediakan sarana edukasi tentang manfaat teknologi serta efek new media yang merasuk ke dalam kehidupan masyarakat. Disin lain masyarakat sangat tertolong jika mengetahui cara pemanfaatan fasilitas jaringan dan konten tersebut, misalnya upaya peningkatan usaha dan produk dari daerah pedesaan. Biaya pemasaran dan iklan menjadi murah dengan hanya membangun website produk setiap daerah.

Sekarang masyarakat bisa menonton TV melalui jaringan di HP, artinya konsep dari TV kabel akan terancam dengan adanya perkembangan aplikasi new meida ini setiap hari. Siaran TV yang dulu menggunakan frekuensi khusus dengan biaya sangat besar untuk menjangkau TV di desa terpencil. Teknologi Transmisi analog pada frekuensi tertentu, bisa menjangkau jarak jauh sehingga memungkinkan sistem media penyiaran lebih mudah dalam mentransmisi pesan-pesannya kepada masyarakat. Ketika TV kabel muncul, pola layanan dan sikap masyarakat berubah, dimana yang dulunya gratis, sekarang berbayar. Idealnya memang TV itu berbayar, agar operatornya jangan bangkrut karena biaya transmisi sangat mahal. Menangkap peluang itu maka teknologi TV kabel sudah mampu dibuat menjadi IP Based sehingga memungkinkan audiens dapat mengakses siaran melalui internet. Hal ini membuat tatanan baru dalam masyarakat agar mampu menyesuaikan diri menggunakan media baru tersebut.

New Media telah menjadi lahan baru dalam dunia bisnis di era tahun 2010, didukung oleh pemahaman tentang keterbukaan, regulasi dan kebebasan berekspresi dengan kratif yang tak terbatas. Selain itu disebabkan juga oleh semakin meningkatnya pembangunan infrastuktur jaringan internet akses. Pembangunan konten juga harus dibarengi dengan meningkatnya kebutuhan dan permintaan masyrakat. Indonesia termasuk Negara yang sangat terlambat dalam membangun konten yang sesuai dengan kondisi social budaya. Justru konten dari luar seperti Amerika dan Eropa yang menguasainya. Sementara masyarakat kita belum siap menghadapinya.

Budaya Teknologi dalam media baru ini tidak bisa dibendung lagi, suka atau tidak suka masyarakat Indonesia harus dengan lapang dada menerimanya. Bagaimana mengantisipasinya pada generasi kita, diperlukan kearifan dan kemampuan daya cipta yang besar dari setiap individu. Misalnya edukasi pemakaian jejaring social seperti facebook, twiter dan lain-lain. Bagaimana agar kita mampu menciptakan sesuatu yang baru dan dapat mewariskannya kepada anak-cucu kelak. Daya cipta itu harus di simpan dalam suatu server dan bisa diakses dari jaman ke jaman oleh setiap generasi kita.

KESIMPULAN

Dalam rangka memanfaatkan New Media, masyarakat dituntut agar mampu memahami apa itu teknologi yang mendukung proses penyampaian pesan (konten) kepada masyarakat. Proses edukasi penguasaan teknologi tersebut telah menciptakan masyarakat baru dalam kebiasaan yang baru, yaitu budaya teknologi yang mampu memahami apa itu arti media baru, apa gunanya dan apa efeknya bagi kehidupan manusia.

IR. MUSTIKA RANTO GULO, M.IKom

DOSEN DI UNIVERSITAS MERCU BUANA

ILMU KOMUNIKASI

PUSTAKA :

Arnold Pacey (1999) Meaning of  Technology, MA: MIT Press

Arnold Pacey (1985), Culture of  Technology, MA: MIT Press

KOMPASINDO

http://teknologi.kompasiana.com/internet/2011/01/14/sejarah-internet-di-indonesia/

Dipankara (May 21, 2012) : Jakob Utama, Rajai Bisnis Media Tanpa Jumawa,

http://entrepreneurship.dipankarajayaputra.com/jakob-utama-rajai-bisnis-media-tanpa-jumawa.html

Anwar Arifin, Rema Karyanti Soenendar  (2011) : Sistem komunikasi Indonesia, Simbiosa Rekatama Media

17 respons untuk ‘BUDAYA TEKNOLOGI DALAM NEW MEDIA

  1. Teknologi adalah bencana bagi mereka yang terikat pada religius mindset, bayangkan saja di Aljajair, wanita dilarang menonton televisi dan dibeberapa negara lainnya mereka memblokir situs2 tertentu karena ajaran agama. Mereka berpikir bahwa teknologi new media bisa dihadang oleh mereka…. sejalan dengan waktu mereka akan habis tergilas oleh waktu dan teknologi yg baru akan datang lagi. Salam sukses bro MRG

    Suka

  2. Menurut saya memang benar dengan lahirnya New Media kini masyarakat sangat tergantung dengan tekhnologi, bahkan kebanyakan dari masyarakat sekarang mengganggap teknologi seperti (HP, SMARTPHONE, dll) sebagai kebutuhan primer, tidak dapat ditampikkan jika tekhnologi sangat mempengeruhi kehidupan masyarakatnya saat ini.Akan tetapi sebagai pengguna tentu kita harus bijak dalam menggunakan kecanggihan tekhnologi yang ada.

    Suka

  3. Menurut Arnold Pacey ada tiga aspek yang membuat praktik teknologi tidaklah netral (memihak pada kepentingan era kini) mengacu pada arti luas kata “teknologi” (general meaning of technology), yakni
    1. Menyangkut aspek organisasional,
    2. Menyangkut aspek teknis,
    3. Menyangkut aspek kultural.

    Tiga hal yg saling terikat dalam satu makna dan tidak bisa dipisah-pisahkan. Semua faktor tersebut berhubungan dengan peradaban manusia, sekalipun no 1 dan 3, terkait dengan kehidupan sosial dan budaya manusia, ternyata poin 3 yaitu teknis, juga merupakan representatif dari “teknologi” (restricted meaning of technology).

    Suka

  4. kita harus bijak dalam memanfaatkan perkembangan teknologi komunikasi yang ada saat ini. Tidak perlu terlalu takut juga akan dampak-dampak negatif yang akan ditimbulkan, karena banyak juga manfaat-manfaat yang dapat kita petik dari perkembangan teknologi komunikasi ini yang dapat membantu mempermudah kita dalam menjalani aktivitas. Mungkin disini peran pemerintah sangatlah penting, sebagai lembaga yang dapat membuat peraturan yang bertujuan untuk kebaikan masyarakatnya. Selain itu peran orang tua dalam menanamkan pendidikan agama pada anak-anaknya juga termasuk hal yang penting untuk menanamkan nilai-nilai dan norma-norma mana yang baik dan tidak baik, agar pemanfaatan teknologi komunikasi itu sendiri lebih tepat.

    Suka

  5. William Fielding Ogburn lahir di Butler, Georgia pada tanggal 29 Juni 1886. Setelah beliau lulus dari Universitas Penyalur Tekstil, Georgia pada tahun 1905, beliau menginginkan untuk memasuki pekerjaan professional. Ogburn kemudian memulai studinya pada bidang sosiologi. Beliau adalah seorang profesor sosiologi di sebuah Perguruan Tinggi di Portland, Oregon. Selama 4 tahun beliau berda di sana. Kemudian beliau kembali ke Universitas Columbia. Pada tahun 1927, Ogburn dipanggil ke Chicago untuk mengajar pada sebuah Perguruan Tinggi. Beliau menerima gelar akademis kehormatan LL.D dari almamaternya dan juga dari Universitas Carolina Utara.
    W.F. Ogburn merupakan ilmuwan pertama yang melakukan penelitian terinci mengenai proses perubahan yang sebenarnya terjadi. Beliau telah mengemukakan beberapa teori, suatu yang terkenal mengenai perubahan dalam masyarakat yaitu Cultural Lag (artinya ketinggalan kebudayaan) adalah perbedaan antara tarif kemajuan dari berbagai bagian dalam kebudayaan dari suatu masyarakat. Ogburn berusaha untuk menunjukkan perbedaan-perbedaan antara teori biologis dengan berbagai teori evolusi tanpa mengesampingkan konsep evolusi secara menyeluruh. W.F. Ogburn akhirnya meninggal di Tallahassee, Florida pada tanggal 27 April 1959, (Yuliyantho, 2010).

    Suka

  6. saya setuju sekali dengan kesimpulan pak ranto supaya adanya edukasi tentang pemahaman dan penguasaan teknologi kepada masyarakat awam agar mampu memahami apa itu teknologi yang mendukung proses penyampaian pesan (konten) kepada masyarakat.Serta mampu memahami apa itu arti media baru, apa gunanya dan apa efeknya bagi kehidupan manusia. Supaya tidak adanya lagi penyalahgunaan atas kecanggihan teknologi.

    Suka

  7. menurut saya, benar sekali dengan tulisan “Budaya Teknologi dalam media baru ini tidak bisa dibendung lagi, suka atau tidak suka masyarakat Indonesia harus dengan lapang dada menerimanya. Bagaimana mengantisipasinya pada generasi kita, diperlukan kearifan dan kemampuan daya cipta yang besar dari setiap individu” saya sangat setuju. yang kita perlu sekarang hanya kemampuan untuk mengantisipasinya.

    terima kasih

    Suka

  8. Teknologi adalah satu ciri yang mendefinisikan hakikat manusia yaitu bagian dari sejarahnya meliputi keseluruhan sejarah. Teknologi, menurut Djoyohadikusumo (1994, 222) berkaitan erat dengan sains (science) dan perekayasaan (engineering). Dengan kata lain, teknologi mengandung dua dimensi, yaitu science dan engineering yang saling berkaitan satu sama lainnya. Sains mengacu pada pemahaman kita tentang dunia nyata sekitar kita, artinya mengenai ciri-ciri dasar pada dimensi ruang, tentang materi dan energi dalam interaksinya satu terhadap lainnya.

    Definisi mengenai sains menurut Sardar (1987, 161) adalah sarana pemecahan masalah mendasar dari setiap peradaban. Tanpa sains, lanjut Sardar (1987, 161) suatu peradaban tidak dapat mempertahankan struktur-struktur politik dan sosialnya atau memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar rakyat dan budayanya. Sebagai perwujudan eksternal suatu epistemologi, sains membentuk lingkungan fisik, intelektual dan budaya serta memajukan cara produksi ekonomis yang dipilih oleh suatu peradaban. Pendeknya, sains, jelas Sardar (1987, 161) adalah sarana yang pada akhirnya mencetak suatu peradaban, dia merupakan ungkapan fisik dari pandangan dunianya. Sedangkan rekayasa, menurut Djoyohadikusumo (1994, 222) menyangkut hal pengetahuan objektif (tentang ruang, materi, energi) yang diterapkan di bidang perancangan (termasuk mengenai peralatan teknisnya). Dengan kata lain, teknologi mencakup teknik dan peralatan untuk menyelenggarakan rancangan yang didasarkan atas hasil sains.

    Seringkali diadakan pemisahan, bahkan pertentangan antara sains dan penelitian ilmiah yang bersifat mendasar (basic science and fundamental) di satu pihak dan di pihak lain sains terapan dan penelitian terapan (applied science and applied research). Namun, satu sama lain sebenarnya harus dilihat sebagai dua jalur yang bersifat komplementer yang saling melengkapi, bahkan sebagai bejana berhubungan; dapat dibedakan, akan tetapi tidak boleh dipisahkan satu dari yang lainnya (Djoyohadikusumo 1994, 223).

    Makna Teknologi, menurut Capra (2004, 106) seperti makna ‘sains’, telah mengalami perubahan sepanjang sejarah. Teknologi, berasal dari literatur Yunani, yaitu technologia, yang diperoleh dari asal kata techne, bermakna wacana seni. Ketika istilah itu pertama kali digunakan dalam bahasa Inggris di abad ketujuh belas, maknanya adalah pembahasan sistematis atas ‘seni terapan’ atau pertukangan, dan berangsur-angsur artinya merujuk pada pertukangan itu sendiri. Pada abad ke-20, maknanya diperluas untuk mencakup tidak hanya alat-alat dan mesin-mesin, tetapi juga metode dan teknik non-material. Yang berarti suatu aplikasi sistematis pada teknik maupun metode. Sekarang sebagian besar definisi teknologi, lanjut Capra (2004, 107) menekankan hubungannya dengan sains. Ahli sosiologi Manuel Castells seperti dikutip Capra (2004, 107) mendefinisikan teknologi sebagai ‘kumpulan alat, aturan dan prosedur yang merupakan penerapan pengetahuan ilmiah terhadap suatu pekerjaan tertentu dalam cara yang memungkinkan pengulangan.

    Akan tetapi, dijelaskan oleh Capra (107) teknologi jauh lebih tua daripada sains. Asal-usulnya pada pembuatan alat berada jauh di awal spesies manusia, yaitu ketika bahasa, kesadaran reflektif dan kemampuan membuat alat berevolusi bersamaan. Sesuai dengannya, spesies manusia pertama diberi nama Homo habilis (manusia terampil) untuk menunjukkan kemampuannya membuat alat-alat canggih.

    Dari perspektif sejarah, seperti digambarkan oleh Toynbee (2004, 35) teknologi merupakan salah satu ciri khusus kemuliaan manusia bahwa dirinya tidak hidup dengan makanan semata. Teknologi merupakan cahaya yang menerangi sebagian sisi non material kehidupan manusia. Teknologi, lanjut Toynbee (2004, 34) merupakan syarat yang memungkinkan konstituen-konstituen non material kehidupan manusia, yaitu perasaan dan pikiran , institusi, ide dan idealnya. Teknologi adalah sebuah manifestasi langsung dari bukti kecerdasan manusia.

    Dari pandangan semacam itu, kemudian teknologi berkembang lebih jauh dari yang dipahami sebagai susunan pengetahuan untuk mencapai tujuan praktis atau sebagai sesuatu yang dibuat atau diimplementasikan serta metode untuk membuat atau mengimplementasikannya. Dua pengertian di atas telah digantikan oleh interpretasi teknologi sebagai pengendali lingkungan seperti kekuasaan politik di mana kebangkitan teknologi Barat telah menaklukkan dunia dan sekarang telah digunakan di era dunia baru yang lebih ganas. Untuk memperjelas statement tersebut, kita coba menelaah teknologi secara lebih dalam lagi. Melihat substansi teknologi secara lebih komprehensif, yaitu konsepsi teknologi dari kerangka filsafat.

    Suka

  9. Maaf ya, jadi yg abang tulis itu menyangkut budaya teknologi dalam media baru, hal2 teknis dan penyesuaian diri manusia terhadap perkembangan teknologi (alat komunikasi). Sesungguhnya Arnold Pacey sering mengkritisi hubungan manusia awam dengan perkembangan teknologi yang diusung oleh kelompok manusia dalam skala kecil (orang-orang tertentu saja). Sehingga kendali ada ditangan orang yang mengerti teknologi.

    Saya ingin masukkan sesuatu dalam kesimpulan yang abang buat itu sedikit saja mengenai pendapat arnold Pacey pada bab 3, bahwa Main Culture yang ia maksud ada pada kekuasaan “teknology”. Sehingga generasi muda akan menjadi penduduk / warga asli dari pada negara / dunia yang tidak bisa hidup tanpa teknology

    Salam bang Ranto

    Suka

  10. Saya sebenarnya sedang memburu buku ini – naskah aslinya, namun sejauh ini baru fotokopy yg saya dapat bab I II dan III, memang ada di perpustakaan tertentu namun belum bisa dipinjam. Kalau sdh dapat tolong di bagi bagi ya …………tetap belajar sampai tua hahahaha
    sebagian saya sudah punya mas Teddy

    Suka

  11. semua dalam literatur bahasa inggris, memang belum ada yg terbitin dalam negeri versi bhs indonesia. Buku bisa di cari di perpustakaan misalnya di UI, sorry aku juga scriptnya ngga lengkap, potongan2 dari fotocopy…slamat belajar bang Ranto

    Suka

  12. Digital Material: Tracing New Media in Everyday Life and Technology
    Marianne van den Boomen, Sybille Lammes, Ann-Sophie Lehmann, Joost Raessens, Mirko Tobias Schafer – 2009 – 352 pages
    Three decades of societal and cultural alignment of new media have yielded a host of innovations, trials, and problems, accompanied by versatile popular and academic discourse. New Media Studies crystallized internationally into an established academic discipline, and this begs the question: where do we stand now? Which new questions are emerging now that new media are being taken for granted, and which riddles are still unsolved? Is contemporary digital culture indeed all about ‘you’, the participating user, or do we still not really understand the digital machinery and how this constitutes us as ‘you’? The contributors to the present book, all employed in teaching and researching new media and digital culture, assembled their ‘digital material’ into an anthology, covering issues ranging from desktop metaphors to Web 2.0 ecosystems, from touch screens to blogging and e-learning, from role-playing games and cybergothic music to wireless dreams. Together the contributions provide a showcase of current research in the field, from what may be called a ‘digital-materialist’ perspective.

    Suka

  13. MIT Press, Sep 10, 1985 – 218 pages
    The Culture of Technology examines our often conflicting attitudes toward nuclear weapons, biological technologies, pollution, Third World development, automation, social medicine, and industrial decline. It disputes the common idea that technology is “value-free” and shows that its development and use are conditioned by many factors-political and cultural as well as economic and scientific. Many examples from a variety of cultures are presented. These range from the impact of snowmobiles in North America to the use of water pumps in rural India, and from homemade toys in Africa to electricity generation in Britain-all showing how the complex interaction of many influences in every community affects technological practice.

    Arnold Pacey (1985), Culture of Technology, MA: MIT Press

    Suka

  14. MIT Press, Apr 1, 2001 – 272 pages
    In Meaning in Technology, Arnold Pacey explores how an individual’s sense of purpose and meaning in life can affect the shape and use of technology. He argues against reductionism in interpreting technology in a human context, and for acknowledgment of the role of the human experience of purpose when it helps to express meaning in technology.

    In the first part of the book, Pacey analyzes the direct experience of technology by individuals—engineers, mathematicians, craft workers, and consumers. In the second part, he examines the contexts in which technology is used, relating technology to nature and society. He explores our sense of place and of our relationship with nature, environmental concerns, gender, and creativity. He concludes with a discussion of the possibilities of a more people-centered technology.

    MIT Press Arnold Pacey (1999) Meaning of Technology, MA: MIT Press

    Suka

Apa Komentar Anda